TUGAS
TERSTUKTUR KEPEMIMPINAN
“KEPEMIMPINAN
MENURUT PERSPEKTIF ISLAM”

Disusun
Oleh :
NAMA
: SITI FATIMAH TUZAHRO
NIM :
D1E012105
KELAS : C
KEMENTRIAN PENDIDIKAN
NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karuniaNya Saya dapat
menyelesaikan Paper Kepemimpinan “Kepemimpinan Menurut
Perspektif Islam”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada
pembaca di bidang Kepemimpinan dan memperdalam agama Islam, khususnya dalam peran manusia sebagai
khalifah di muka bumi. Di samping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
terstuktur mata kuliah Kepemimpinan.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah
SWT yang paling sempurna harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk
mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus
menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju
peningkatan nilai dan kecerdasan takwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta.
Dalam proses pendalaman materi
kepemimpinan ini, tentunya saya mendapatkan
bimbingan, arahan, dan pengetahuan, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
saya sampaikan
kepada:
- Bapak Ir.H.Muhammad Nuskhi,M.Si. , selaku dosen mata kuliah “Kepemimpinan”.
- Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk paper ini.
- Dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya sampai paper ini dapat terselesaikan khususnya kedua orang tua saya.
Penulis
menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, paper ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT semata. Semoga paper ini menjadi pelita bagi individu yang ingin
mengembangkan kepribadian dirinya. Amin.
Purwokerto,1 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL .........................................................................................i
KATA
PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1. Latar
Belakang .............................................................................................1
1.2. Tujuan
Penulisan .........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3
2.1.
Kepemimpinan ............................................................................................3
2.2.
Kepemimpinan merupakan suatu amanah ...................................................8
2.3. Konsep
kepemimpinan dalam islam ..........................................................11
2.4. Pemimpin
yaang bermoral baik dan profesional.........................................17
BAB III PENUTUP..........................................................................................24
3.1. Kesimpulan
.................................................................................................24
3.2. Saran ...........................................................................................................24
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan masalah kepemimpinan (leadership). Hal ini, disebabkan
oleh beberapa hal. Pertama, karena Islam memandang bahwa manusia pada dasarnya
adalah pemimpin, yaitu wakil Allah SWT di muka bumi, khalifatullah fi
al-ardh (QS. Al-Baqarah [2]: 30). Dalam hadis shahih, Rasulullah saw
menegaskan bahwa setiap orang (kamu) adalah pemimpin: Setiap kamu adalah
pemimpin, dan harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya; seorang
imam (kepala Negara) adalah pemimpin dan harus bertanggung jawab atas rakyat
yang dipimpinnya. (HR. Bukhari dari sahabat Ibn Umar). Kedua, manusia
sebagai makhluk social tidak akan berkembang dengan baik, tanpa kepemimpinan
yang kuat dan mencerahkan (the inspiring leader). Menurut sosiolog
Muslim Ibn Khaldun, ada 2 hal yang sangat diperlukan suatu masyarakat, (1),
norma-norma hukum, dan (2), kepemimpinan (pemimpin) yang kuat. Kedua hal ini
menjadi syarat mutlak lahirnya masyarakat yang beradab dan berbudaya tinggi. Tanpa
keduanya, suatu masyarakat akan mudah terseret ke dalam perpecahan dan
permusuhan yang berkepanjangan (chaos).Ketiga, yang tidak kalah
pentingnya adalah karena pemimpin menjadi salah satu factor penentu kemajuan
(dan juga kebangkrutan) suatu masyarakat atau bangsa. Bertolak
dari latar belakang pemikiran di atas, maka soal kepemimpinan, termasuk di
dalamnya memilih pemimpin menjadi hal yang sangat penting dalam pandangan
Islam.
Kepemimpinan
merupakan amanah dari Tuhan YME. Rasulallah Saw bersabda: Setiap dari kalian
adalah pemimpin, dan seorang pemimpin (dari Presiden s/d kepala keluarga) akan
dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya (kullukum rô’in
famas’ûlun ‘an ro’iyatihi, fal’amîrulladzî ‘alâ an-nâs rô’in
wahuwa mas’ûlun ‘anhum). Tidakkah calon pemimpin berpikir demikian?.Akankah
mereka menyia-nyiakan amanah Allah Swt, atau justru akan memanfaatkan untuk
kepentingan pribadi dan golongannya-na’ûdzu billâh min dzâlik. Semoga
hajatan politik kali ini dapat
berjalan dengan baik. Meskipun saat ini, mencari pemimpin yang amanah bagaikan
mencari jarum di rerumputan. Kepemimpinan merupakan suatu
amanah.Amanah
adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu.
Secara syar’i, amanah bermakna.Amanah merupakan salah satu mandat atau tanggung
jawab yang dititipkan kepada seseorang untuk menjalaninya dengan rasa tanggung
jawab. Amanah tidak melulu menyangkut urusan
material dan hal- sesama insan
secara baik adalah amanah. Apapun yang diberikan Allah Swt adalah amanah
yang akan menjadi beban diakhirat nanti. Seperti seorang pemimpin, pemimpin adalah orang yang menjalani kepemimpinan dan secara tidak langsung pemimpin tersebut mendapatkan amanah. Namun selama
ini masih banyak sekali kekeliruan pemahaman
tentang arti kepemimpinan. Pada umumnya orang melihat pemimpin adalah sebuah
kedudukan atau posisi semata. Akibatnya banyak orang yang mengejar untuk
menjadi seorang pemimpin dengan menghalalkan berbagai cara dalam mencapai
tujuan tersebut. Mulai dari membeli kedudukan dengan uang, menjilat atasan,
menyikut pesaing / teman. Ataupun cara lain demi mengejar posisi pemimpin.
Akibatnya, hal tersebut melahirkan pemimpin yang tidak dicintai, tidak
disenangi, tidak ditaati dan bahkan dibenci.
Konsep
kepemimpinan dalam Islam sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan
kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah
dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat
dan Al-Khulafa’ Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari Al-qur’an dan
Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep kepemimpinan
Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan dikagumi oleh dunia
internasional.Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini
terlihat semakin jauh dari harapan masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan
mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi.
Harapan masyarakat (baca: umat) akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu
dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan Negara yang
terhormat, kuat dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang.
“Saat
ini kita membutuhkan sosok pemimpin yang bermoral!”. Itulah kata-kata yang
cukup sering kita dengar dalam suatu pembicaraan yang bertema “kepemimpinan”,
baik itu dalam seminar politik, debat politik, serta segala hal yang berbau
politik. Yang kesemuanya itu mau tidak mau akan selalu bersinggungan dengan hal
yang bernama kepemimpinan. Ya, karena saat ini Indonesia sedang pesta
Demokrasi. Maka jangan heran jika kita mendengar orasi-orasi politik seperti di
atas yang seringkali membangkitkan mimpi kita akan sosok pemimpin yang dapat
membawa perubahan pada negeri ini.Seorang pemimpin
yang baik pada dasarnya harus bermoral baik dan profesional. Moralitas
itu diturunkan dalam perilaku yang etis, nasionalis, dan bervisi kerakyatan. Sedangkan Profesionalisme
berasal dari kata profesional yang berarti mengenai profesi, (mengenai) keahlian, masuk golongan terpelajar atau ahli,
pemain bayaran. Dengan kata lain Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai,
tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata
pencaharian seseorang. Memang sulit mencari sosok yang
memenuhi semua syarat itu secara sempurna. Tapi, kita harus cari tokoh yang
setidaknya mendekati karakter itu.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mempelajari
pengertian kepemimpinan dalam islam
1.2.2 Mempelajari
kepemimpinan merupakan suatu amanah
1.2.3 Mempelajari konsep
kepemimpinan dalam islam
1.2.4 Mempelajari
pemimpin yang bermoral baik dan profesional
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 KEPEMIMPINAN
Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Kepemimpinan merupakan unsur yang tidak bisa di hindari dalam hidup ini. Sudah merupakan fitrah manusia untuk selalu membentuk sebuah komunitas. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain sehingga yang di pengaruhi mau mengikuti arahan sang pemimpin (Nuskhi, 2013). Sedangkan menurut Purwanto (2006) kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Berbeda lagi dengan pendapat Mangunhardjana (1976), beliau mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau di arahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam sebuah komunitas selalu dibutuhkan seorang pemimpin. Dalam Bahasa Indonesia “pemimpin sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Menurut (Kartono,1994) Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Dan orang yang dipimpin adalah seorang yang dipengaruhi agar mengikuti kehendak pemimpin (Yulk,1998).
Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Kepemimpinan merupakan unsur yang tidak bisa di hindari dalam hidup ini. Sudah merupakan fitrah manusia untuk selalu membentuk sebuah komunitas. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain sehingga yang di pengaruhi mau mengikuti arahan sang pemimpin (Nuskhi, 2013). Sedangkan menurut Purwanto (2006) kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa. Berbeda lagi dengan pendapat Mangunhardjana (1976), beliau mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau di arahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam sebuah komunitas selalu dibutuhkan seorang pemimpin. Dalam Bahasa Indonesia “pemimpin sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Menurut (Kartono,1994) Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Dan orang yang dipimpin adalah seorang yang dipengaruhi agar mengikuti kehendak pemimpin (Yulk,1998).
Secara
sederhana, apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian salah seorang
diantara mereka “mengajak” teman-temannya untuk melakukan sesuatu seperti :
nonton film, bermain sepak bola dan lain-lain, maka orang tersebut telah
melakukan “kegiatan memimpin”, karena ada unsur “mengajak” dan mengkoordinasi,
ada teman dan ada kegiatan dan sasarannya. Seperti halnya dalam suatu
organisasi, kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan
titik sentral dan penentuan kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan
dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan seni dan kemampuan untuk memimpin.
Kemampuan setiap orang dalam memimpin tentulah tidak sama, tetapi islam
mengakui bahwa setiap orang itu adalah pemimpin, sebagaimana sabda Beliau.
“Setiap kamu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu”
(HR-Bukhari). Hadist tersebut mengidentifikasikan bahwa potensi pemimpin harus
dimiliki oleh setiap orang dan ini nantinya akan dipertanggungjawabkan. Oleh
karena itu, setiap individu harus belajar untuk menjadi seorang pemimpin apapun
posisi yang diembannya selama dia masih berstatus sebagai
mukallaf(Sholihin,2008).
Gaya Kepemimpinan
1. Gaya
Telling (intruksi)
Gaya
kepemimpinan dimana pemimpin yang senang mengambil keputusan sendiri dengan
memberikan intruksi yang jelas dan mengawasinya secara ketat serta memberikan
“penilaian” kepada mereka yang tidak melaksanakannya sesuai apa yang anda
harapkan(Moeljono,2008). Menurut Tangkilisan(2005) Gaya kepemimpinan Telling
merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan rendah
hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan dengan
ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus di kerjakan dan
bagaimana mengerjakannya.
2. Gaya
Selling (Menjual)
Gaya
kepemimpinan dimana seorang pemimpin yang mau melibatkan bawahan dalam
pembuatan suatu keputusan. Pemimpin bersedia membagi persoalan dengan
bawahannya, dan sebaliknya persoalan dari bawahan selalu did
engarkan
serta memberikan pengarahan mengenai apa
yang seharusnya dikerjakan(Moeljono,2008). Selling merupakan gaya kepemimpinan
dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menjelaskan
keputusan yang akan dilakukan, masih banyak pengarahan, terjadi pula komunikasi
timbal balik(Tangkilisan,2005). Menurut Moeljono(2008) Gaya kepemimpinan ini
mempunyai kekuatan dan kelemahan.
. Kekuatan dari gaya kepemimpinan ini adalah
adanya keterlibatan bawahan dalam memecahkan suatu masalah sehingga mengurangi
unsur ketergantungan kepada pemimpin.Keputusan yang di buat akan lebih mewakili
Tim dari pada pribadi.
.
Kelemahan dari gaya kepemimpinan ini adalah tidak tercapainya efisiensi yang
tinggi dalam proses pengambilan keputusan.
3. Gaya
Participating (Berpartisipasi)
Gaya kepemimpinan participating
(partisipasi) adalah respon manager yang harus diperankan ketika bawahan
memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memilikim kemauan untuk
melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa terjadi dikarenakan etos kerja atau
keyakinan mereka untuk melakukan tugas atau tanggungjawab. Dalam kasus ini
pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengarkan dan
mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para bawahan, sehingga bawahan merasa
dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas(Elizabeth,2010). Participating
merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri : tinggi hubungan dan rendah
tugas, gagasan timbul dari dua pihak, keputusan dibuat
bersama(Tangkilisan,2005).
4. Gaya
Delegating (Pendelegasian)
Gaya
kepemimpinan ini dilakukan untuk menghadapi bawahan dengan tingkat kematangan
tinggi, dimana bawahan telah mempunyai kompetensi sekaligus mempunyai keyakinan
dan kepercayaan diri yang tinggi bahwa dia mampu melaksanakan tugasnya.
Pemimpin tidak perlu memberikan pengarahan maupun petunjuk yang rinci,cukup
secara singkat menyampaikan tujuan yang hendak dicapai (Moeljono,2008).
Sedangkan menurut Purwanto (2006) Gaya kepemimpinan delegating tepat di gunakan
pada situasi dan kondisi dimana para bawahan telah memahami dengan baik
tugas-tugas pekerjaan yang harus
diselesaikan, sehingga mereka layak untuk menerima pendelegasian tugas dari
seseorang manager(pimpinan).
Kepemimpinan Rasulullah
SAW saat Hijrah
Dalam sejarah,
peradapan islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah seorang tokoh agung yang
dilahirkan dalam lingkungan masyarakat jahiliyah dan paganis di jazirah, Arab.
Dia adalah Muhammad bin Abdullah, Rosul terakhir dan penutup para
Nabi.Perjalanan kehidupannya adalah sebuah sejarah kepemimpinan yang sangat
penting bagi umat manusia. Secara umum, kepemimpinannya dapat dibagi kedalam
dua periode yaitu periode Mekkah dan Madinah. Periode Mekah adalah masa yang
dimulai dari diangkatnya Beliau menjadi Rosul hingga hijrah ke Madinah.
Sedangkan periode Madinah adalah masa ketikaa Nabi Muhammad berada di Madinah
hingga beliau wafat(Munawwir,1986).
Kepemimpinan
Muhammad SAW pada masa hidupnya telah memberikan arti pentinf dalam sejarah
peradapan manusia pada umumnya dan islam pada khususnya. Kepemimpinan Beliau
dipandang tidak hanya sebatas sebagai pemimpin agama, akan tetapi juga sebagai
pemimpin negara. Dengan kata lain kepemimpinannya tidak hanya sebagai Rosul,
melainkan juga sebagai negarawan. Menurut sejarah, bahwa Nabi kita telah
memimpin perang dua puluh delapan kali dalam tujuh tahun setelah hijrah ke
Madinah dan 35 tentara ekspedisi yang beliau kirimkan. Perang Waddan pada bulan
Shafar tahun 2 Hijriah adalah perang yang pertama kali dipimpin oleh Nabi
(Muhaimin,2007).
ALLAH SWT berfirman :

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mer eka(laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri [289] ketika suaminya tidak
ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) [290]. Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya [291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya [292]. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar(Al-qur’an).
Study
Kasus Kepemimpinan Rasulullah SAW saat
Hijrah
1. Nabi
Muhammad SAW (53 Tahun) Ahli Aqidah
Dalam suatu tela’ah terhadap seratus tokoh berpengaruh
di dun ia, Muhammad SAW diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh
dan menduduki rangking tertentu. Ketinggian itu dilihat dari berbagai aspek.
Misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa, dan prestasi beliau dalam menyebarkan
ajaran islam pada waktu yang relatif singkat. Perwujudan kepemimpinan beliau
dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat islam dengan
keteladanan yang baik (Uswatun Hasanah) (Muhaimin,2007).
2. Abu Bakar (15 Tahun) Ahli Aqidah
Abu Bakar
As-Sidiq salah satu khalifah terbaik sepanjang sejarah sepeninggal Rasulullah
SAW , Ia pun diangkat menjadi khalifah. Dihadapan rakyatnya Ia mengucapkan
sebuah pidato yang merupakan pernyataan pertama setelah Ia memangku jabatan
menjadi khalifah. Pidato Abu Bakar tersebut mengajarkan kita bahwa seorang yang
berkuasa harus selalu siap dikritik, mendengarkan keluhan rakyatnya, bukan
rakyat yang selalu harus mendengarkan curahan hatinya, kegalauan dan
kecemasannya. Abu Bakar As-Sidiq adalah seorang khalifah yang luar biasa kepekaannya.
Tiada berlebihan mencoba mentransfer nilai kepemimpinan beliau
(Muhaimin,2007).
3. Abdullah bin Abu Bakar (25 Tahun) Ahli Strategi
Abdullah
bin Abu Bakar adalah seorang wali qutub (imannya para wali) dan seorang ahli
sufi. Beliau Abdullah bin Abu Bakar adalah seorang sayyid dan syarif (julukan
khusus untuk keturunan Nabi Muhammad SAW) imam para wali dan orang-orang saleh
(Al-qitab) beliau di sebut Abu Muhammad dan bergelar Alydrus. Alydrus artinya
ketua orang-orang tasawuf. Beliau dilahirkan di kota Tamrin, pada tanggal 10
Zulhijah tahun 811 H. Beliau mempelajari
tasawuf dan belajar dari seorang Guru Al-Imran Syeh Umar Muhdor yang membekali dirinya sebagai seorang Syufi
(Ahli Tasawuf) (Muhaimin,2007).
4. Fudzail
(20 Tahun) Tukang Gembala Sebagai Mata-mata (Kekuatan Fisik).
5. Ali
bin Abi Thalib (15 Tahun) Kekuatak Kecerdasannya.
Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah oleh sebagian orang dianggap kemenangan bagi pihak yang menganut ide
hak Legitimasi. Sungguh hal ini tidak dikehendaki oleh Ali sendiri, namun yang
jelas keadaan ini telah menempatkan posisi Ali menjadi sulit dan tidak
menguntungkan. Selama 5 Tahun Ali bin Abi Thalib memangku jabatan sebagai
khalifah, sejak semuala dia harus menghadapi bermacam-macam reaksi yang keras
(Muhaimin,2007).
6. Asma’
bin Abu Bakar (12 Tahun) Pengantar Makanan
Perempuan
yang dikenal sebagai perempuan yang mempunyai dua ikat pinggang itu adalah
Asma’ binti Abu Bakar As-sidiq. Dia mempunyai sikap yang agung dalam pencatatan
sejarah islam sejak dulu. Pertama kali datang ke dunia hingga Asma’ wafat (Hakim,2006).Diantara sikap Asma’ yang
Manshur adalah sikapnya sewaktu peristiwa Hijrah. Ketika Rasulullah datang ke
rumah Abu Bakar As-sidiq, ayah kandung Asma’, pada saat Hijrah. Asma binti Abu
Bakar As-sidiq ikut serta dalam banyak peristiwa Hijrah , dan Ia mempunyai
peran yang cukup penting. Asma’ mempunyai tugas untukmengantarkan makanan dan
minuman kepada Rasulullah SAW dan Abu Bakar, yang berada didalam gua (
Hakim,2006).
2.2 KEPEMIMPINAN
MERUPAKAN SUATU AMANAH
Kepemimpinan merupakan fitrah kita
sebagai manusia. Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah SWT yang
suatu ketika nanti harus dipertanggung jawabkan. Karena itu, siapapun anda,
dimanapun anda berada, dan apapun jabatan anda, anda adalah pemimpin, minimal
memimpin diri anda sendiri. Kepemimpinan bukanlah semata-mata persoalan
memimpin negara, perusahaan, organisasi, dan partai politik. Kepemimpinan
adalah mengenai kita sendiri (Pradiansyah, 2002). Dalam konteks Islam, memilih
pemimpin sangat penting, bahkan menjadi kewajiban, artinya tidak boleh dalam
suatu waktu negara tanpa pemimpin. Karena itulah, untuk membangun masyarakat,
bangsa, atau negara mutlak diperlukan pemimpi. Islam meganjurkan pemimpin yang
amanah (Marzuki, 2006).
Kepemimpinan merupakan suatu amanah.
Arti dari kata amanah itu sendiri, berasal dari kata dalam bahasa arab yang
berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah
berarti jujur atau hal yang dapat dipercaya. Lawan dari amanah adalah khianat
(Indonesia : kianah) atau tidak bisa dipercaya (Kamus Al- Munawwir, 1984).
Orang yang dapat dipercaya disebut Amin atau umanah, yang lawannya penghianat
(kha’in). Amanah merupakan salah satu sifat para Nabi dan Rasul Allah. Sejak
kecil Nabi Muhammad SAW, sudah dikenal masyarakat sekitarnya dengan
kejujurannya, sehingga mereka memberikan gelar Al-Amin (yang sangat jujur)
kepada beliau (Yulk, 1998).
Allah SWT
menjelaskan dalam Al-Qur’an anjuran untuk menunaikan amanah dengan
sebaik-baiknya dan jangan sampai menghianatinya, yaitu sebagai berikut:
1.
Surah Al-Ahzab ayat 72 Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya
kami telah mengemukakan amant kepada langit,bumi,dan gunung-gunung,maka
semuanya enggan untuk memikul amant itu dan mereka khawatir akan
menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.” (Marzuki, 2006).
2.
Surah An-Nisa ayat 58, Allah SWT
berfirman:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesunggguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.” (Salim,
2002).
3.
Surah Al-Anfal ayat 27, Allah SWT
berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad)
dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.” (Sholihin, 2008)
Konsep
kepemimpinan Islam seperti yang sudah dijelaskan dalam QS. Al- Mukminun (23) :
1-11, meliputi antara lain :
1. Hubungannya
dekat dengan Allah SWT
Hubungan
dekat dengan Allah akan memberikan rasa damai dan tentram dalam hati.
Mendekatkan diri dengan Allah dapat dilakukan dengan perantara zikir. Zikir
adalah tanda-tanda awal yang baik, penjelasan hubungan, tahqiq kemahuan, dan
dalil akhir yang bersih. Zikir merupakan jalan kebenarn dan wasilah kejujuran.
Orang yang berzikir pasti akan merasa dekat dengan Allah. Allah SWT telah
menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa Dia dekat dengan manusia, hanya manusialah
yang tidak merasa dekat dengan Allah.
Allah berfirman
(Al-Baqarah:186) :

Artinya : “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku
adalah dekat. “
Dengan
demikian, menjalin hubungan yang dekat dengan Allah SWT, merupaka suatu yang
sangat penting dan baik atau tidaknya seseorang dalam hidup ini sangatlah
tergantung kepada sejauh mana hubungannya dengan Allah SWT (Veuges, 2005).
Didalam
Al-Qur’an, ada tiga bentuk hubungan yang harus kita jalin kepada Allah SWT:
a. Al-Mahabbah
(cinta) adalah cinta kepada Allah di atas segala-galanya
b. At-tijarah
(Hubungan jual beli) maksudnya kesiapan penjual untuk menyerahkan sesuatu yang
dijulanya meskipun dia amat senang dengan barang itukarena dia menginginkan
pembayaran dari sang pembeli.
c. Al-Amal
(Kerja) maksudnya setiap orang dituntut oleh Allah SWT untuk beramal yang saleh
dengan sebanyak-banyaknya (Yani, 2005).
2. Efisen
Efisien
adalah ketetapan cara, usaha dalam menjalanka sesuatu dengan tidak
membuang-buang sesuatu seperti waktu biaya, waktu, dan tenaga. Keefisienan
sering disebut dengan kerja tepat guna. Bekerja dengan keefisienan merupakan
salah satu faktor terpenting di pekerjaan. Sebaliknya seorang pemimpin yang
tidak terfokus hanya pada efisiensi semata-mata akan cenderung makin disukai
sekitarnya, dan memperkuat kepemimpinannya sekarang ini, efisiensi hanya
berdampak negatif pada kepemimpinan sendiri, belum menciptakan efisiensi secara
signifikan, (Runfu, 2003). Terdapat tiga kekosongan dalam diri pemimpin,
diantaranya yaitu kekosongan jiwa, kekosongan hati, dan kekosongan akal. Cara
yang efektif untuk mengefisiensikan waktu adalah dengan dakwah, membaca,
bergaul dengan baik, suka membantu dan sebagainya (Nuskhi,
2013).
3. Penolong
Seseorang
yang selalu menolong dalam melakukan pekerjaan yang dipandang kebajikan,
dirinya selalu disenangi manusia, sebagaimana apabila seseorang membuktikan
taqwanya kepada Allah SWT. Islam sangat menggalakkan agar setiapa muslim
berlaku ikhlas terhadap umat lainnya. Menurut Deaux (1993) pemimpin yang suka
menolong mengembangkan perasaan moralitas tinggi, pemimpin akar berfikir secara
canggih mengenai isu-isu moral, peduli terhadap prinsip keadilan, berorientasi
terhadap kebutuhan orang lain, dan telah
menginternalisasi norma tangung jawab sosial di dalam hatinya. Selain itu,
pemimpin juga memiliki kapasitas tinggi untuk memahami sudut pandang orang lain
dan berempati (widyarini, 2009)
4. Bagus
moralnya
Pemimpin yang profesional adalah
pemimpin yang sukses di dalam karier mencapai puncak, menjalankan tugas secara
profesional dan sekaligus berhasil dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang sukses
di karier profesional, namun gagal kepemimpinannya adalah pemimpin yang
‘separuh berhasil”. Jadi dalam mendaki karier menjadi pemimpin puncak,
berusahalah agar memiliki agenda untuk mencapai puncak sukses dalam karier
maupun kepemimpinannya (Moeljono, 2004). Pemimpin profesinal mempunyai
kemampuan dan ketrampilan yng tinggi dikarakteristikkan di pengetahuan dan
ketrampilan yang baik. Mempunyai perencanaan yang baik, komunikasi yang baik,
koordinasi, dan evaluasi (Hakim, 1986)
2.3 KONSEP KEPEMIMPINAN ISLAM
1. Hubungan Dekat dengan Allah
Hubungan
baik dengan Tuhan akan memberikan rasa damai dan tentram didalam hati. Ibarat
seorang anak kecil yang sedang digandeng oleh bapaknya sendiri di tengah-tengah
keramaian. Orang yang dekat dengan Tuhan tidak merasa was-was dengan segala
tantangan, dan bahkan ancaman bagi dirinya di dunia ini. Allah menciptakan alam
semesta ini dengan tujuan yang jelas. Dia menciptakan manusia dengan tujuan
untuk menjadi khalifah di muka bumi melalui ketaatan kepadanya. Untuk
mewujudkan tujuan itu, Allah memberikan hidayah serta berbagai fasilitas alam
semesta kepada manusia. Artinya, manusia dapat memanfaatkan alam semesta ini
sebagai sarana merenungi kebesaran penciptanya. Melalui para rosul, Allah
memberikan petunjuk kepada manusia agar memahami tujuan hidup yang semata-mata
untuk beribadah kepada Allah SWT (Abdurrahman, 1995). Konsepsi
tentang alam semesta memperjelas tujuan dasar keberadaan manusia di muka bumi
ini, yaitu :
a) Abdullah
(Mengabdi kepada Allah SWT)
Pemimpin pada
hakikatnya adalah untuk mengabdi kepada Allah atau tidak menjalankan perintah
Allah dan tidak melayani hak-hak masyarakat atau bahkan merugikan masyarakat
berarti dia berhianat ( Zarkasi, 1999). Menurut Santoso (2008), Seorang
pemimpin perlu menyadari bahwa dirinya adalah abdi Allah SWT, maka hendaknya
dalam setiap langkah kepemimpinannya hanya menghamba kepada Allah semata. Orang
yang terpuji di-Hadirat Illahi adalah orang yang rendah hati, berjalan sebagai
seorang hamba dihadapanNya, dimanapun posisi kehidupan kita.
Allah adalah khaliq, sedangkan manusia
merupakan makhluk. Manusia diperintah untuk menghambakan dirinya hanya
kepada-Nya, karena Tuhan yang telah menciptakan manusia dan menjadikan bumi
untuk fasilitas hidup manusia (Ilmy,2007). Allah telah mengingatakan kita dalam
Al Quran tentang bagaimana penghambaan kepadanya meliputi seluruh hidup atau
kehidupan setiap orang (Saleh,dkk, 2006).
Allah SWT berfirman dalam Q.S
Az-Dzariyat:56 :
![]() |
Allah juga berfirman :
Katakanlah:
“sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri(Allah).”(Al-An’am:162)
Berdasarkan ayat
di atas maka sesungguhnya apapun yang kita lakukan di dunia ini pada hakikatnya
adalah untuk Allah SWT.
b) Khalifah
(Pemimpin)
Khalifah adalah
seorang pemimpin yang tunduk pada Al-qur’an dan Hadist, dan kekuasaanpun
dibatasi oleh Al-qur’an dan Hadist. Kata “Khalifah”, artinya “Pengganti” atau
“Perwakilan”. Para pemimpin islam menyebut dirinya sebagai “Khalifah Allah”
(Jazuli,2006).
Allah berfirman :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di mukabumi”.
Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya danmenumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman : “sesungguhnya Akumengetahui apa yang tidak kamu ketahui”(Q.S Al-Baqarah :30).
Berdasarkan ayat
di atas, Allah SWT hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Khalifah
ini dapat berarti seorang pemimpin yang tugasnya mengelola seluruh alam raya sesuai amanat yang diembannya, baik secara kolektif maupun
individual(Ilmy,2007). Sesungguhnya setiap manusia termasuk
kita adalah pemimpin karena kita hidup di dunia jelas untuk mengelola seluruh
alam raya, dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk digunakan lebih baik
lagi sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat. Jadi ketika
kita melakukan seusatu yang bermanfaat pada prinsipnya kita mampu menjalankan
tugas kita sebagai seorang khalifah yang bertugas untuk mengelola seluruh alam
raya untuk dapat memajukan negeri ini.
Dekat
dengan tuhan dalam konteks ini jelas mempunyai tujuan atau maksud tertentu seperti yang di kemukakan
oleh Tualaka (2010), kita harus hidup
bersama orang-orang untuk mengetahui masalah mereka, dan hidup bersama tuhan
dengan tujuan untuk menyelesaikannya. Ini adalah kunci keseimbangan tindakan
seorang pemimpin.
2.
Efisien
1. Definisi
Efisien
Efisiensi adalah
perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara
keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil
optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas, dengan kata lain
hubungan antara apa yang telah diselesaikan (Badral-Muthawi,2006).
Efektif berarti tepat sasaran sementara efisien berkaitan dengan kehematan.
Jadi pemimpin yang efektif adalah yang tepat sasaran dalam bekerja. Namun bisa
jadi seorang pemimpin tidak efisien
karena menghamburkan banyak ongkos (Alfian. 2009).
2. Cara Mengefisienkan Waktu
a)
Dakwah
Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada hidayah
Allah dan mencegah mereka dari yang sebaliknya. Satu hal yang penting dan harus
digaris bawahi bahwa subjek maupun objek utama dari dakwah adalah manusia. Menurut
kalangan ulama tradisional, dakwah islam yang baik adalah tidak mempergunakan
cara-cara”kekerasan”. Dakwah harus di lakukan dengan pertimbangan yang
memberikan hikmah, dan bijaksan kepada masyarakat. Misal, dakwah islam dengan
menggunakan cara berdakwah islam asli, tetapi telah brcampur-baur berdakwah
islam dan paham jawa, dengan tujuan di terapkan akan berakibat lebih baik atau
dapat di cari kebaikannya. Dakwah dengan cara tersebut juga sering dicap
masyarakat sebagai dakwah islam tradisional, tapi kenyataannya cocok dengan
selera orang jawa (Sutiyono, 2010).
Allah berfirman :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)
b)
Membaca
Membaca adalah
salahsatu hal terbaik dalam menafaatkan waktu. Dengan membaca, kita memperoleh
begitu banyak ilmu, baik ilmu keagamaan maupun ilmu keduniaan. Antara ilmu
agama dan dunia harus berjalan seimbang dan saling mengisi. Dengan membaca,
kita dapat berjalan melintasi jarak dan waktu. Kita mampu melintasi budaya dan
kenanekaragaman dunia. Membaca dapat pula dijadikan sebagai penguat kepribadian,
karena semakin banyak ilmu yang kita dapat, diharapakan khazanah pemikiran dan
kebijaksanaan diri dapat terus berkembang.
Dalam
membaca membutuhkan motivasi, juga di perlukan
teknik-teknik membaca yang baik. Artinya, bagaimana membaca secara efektif dan
efisien.
Ada
beberapa teknik membaca yang yang efektif dan efisien antara lain:
1) Membaca
hanya untuk mencari informasi, berarti tidak perlu menyikapinya dengan kritis
2) Membaca
untuk referensi, perbandingan, penelitian, ulanagan atau ujian, berarti
menyikapinya dengan kritis.
3) Membaca
untuk mencari makna yang berguna atau penting, berarti harus memberi tanda atau
membuat ringkasan (Fermianto, 2010).
Manfaat membaca
antara lain:
- Menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan
- Memgetahui
informasi terupdate
- Mendapat
motivasi untuk mencapai cita-cita
- Sebagai
penghibur (Isnaini, 2010)
c)
Bergaul dengan baik
Seorang pemimpin harus bisa beradaptasi dengan
lingkungannya agar pemimpin mengetahui karakter masing-masing dari setiap
bawahan yang dia pimpin dan agar telekomunikasi antara bawahan dan pimpinan
terjalin dengan baik. Bergaul dengan baik tak mesti harus dengan sesama agama.
Justru akan lebih baik apabila kita hendaknya bergaul baik dengan
teman-teman yang beragama lain, misalnya dengan cara:
- Suka
bergaul dan berteman dengan mereka
- Tidak
menggangu atau mengolok-olok jika mereka berdo’a atau beribadah
- Mengucapkan
selamat ketika mreka merayakan hari raya agamanya, dan sebagiannya (Ilmy, 2007).
Hal tersebut akan membuat kita banyak
teman dan menjaga silaturahmi dengan orang lain siapapun itu, tanpa memilih
akan membuat kita nyaman dan tentram. Karena pergaulan yang baik sangat
mempengaruhi hidup kita.
d) Suka
membantu
Sebagai
seorang muslim sudah seharusnya kita membantu orang lain yang sedang kesusahan.
Misalnya kepada fakir miskin dan korban bencana alam. Banyak diantara mereka
yang kelaparan, tidak memiliki rumah, terkena penyakit dan sebagainya. Bahkan,
banyak anak-anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya atau kehilangan
alat-alat sekolah mereka (Asep, 2008).
Firman Allah:
“Kaum muslimin
adalah bersaudara, ia tidak akan menzalimi saudaranya, juga tidak akan
memberikan saudaranya di zalimi (di sakiti). Siapa yang senantiasa membantu
hajat hidup saudaranya maka Allah SWT akan membantu hajat hidupnya. Siapa yang
berusaha memecahkan sebuah masalah yang diderita oleh seorang muslim maka Allah SWT akan menyelesaikan
sebuah masalah baginya dihari kiamat. Siapa yang menutupi aib kesalahan seorang
muslim maka Allah SWT dengannya akan menutup aib kesalannya ketika hari
kiamat.” (Hadits Muttafaq Alaihi).
Dengan membantu
penderitaan saudara seakidah, meringnkan beban mereka yang kesusahan amatlah
dianjurkan. Bahkan pola hidup yang sering membantu orang lain akan mendatangkan
pertolongan dan kecintaan Allah SWT. itulah salah satu cara yang efisien untuk
melakukan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT. (Heriwibowo, 1977).
3.
Penolong
Seseorang yang suka
menolong dalam melakukan suatu pekerjaan yang dipandang kebajikan, dirinya
selalu disenangi manusia sebagaimana apabila seseorang membuktikan taqwanya
kepada Allah. Amalkanlah sikap tolong-menolong dengan penuh keikhlasan karena
semata-mata beribadah kepada Allah dan mencarikeridloan-Nya.Perintah
Allah untuk tolong menolong sesama manusia dalam hal kebaikan dan ketakwaan
tercantum dalam firmannya :
·
Q.S Al-Maidah ayat 2




Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.(Al Maidah:2)
Berdasarkan
ayat di atas, kita sebagai umat muslim diwajibkan untuk tolong-menolong sesama
karena pada dasarnya kita adalah saudara. Begitu juga dengan seorang pemimpin,
pemimpin disini sangat berperan dalam menolong anggotanya yang memiliki
kesusahan. Jarror
(1989) menjelaskan bahwa sesuatu yang diinginkan dari sebuah persaudaraan umat
muslim adalah mewajibkan untuk saling menolong dalam kebaikan seta tidak
menolong atas dasar fanatisme golongan, walaupun dalam hal kebaikan sekalipun.
Tolong-menolong yang benar menurut syar’I adalah tolong-menolong dalam
menegakkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan. Tidak boleh seorang muslim
tidak peduli terhadap saudaranya, demikianlah tolong-menolong yang benar menurut islam. Sebuah hadis oleh Imam Bukhari menerangkan bahwa
Rasulullah saw bersabda:
“Tolonglah
Saudaramu yang berbuat aniaya dan teraniaya”. Seorang sahabat menanyakan:
“Menolong yang teraniaya dapat saya pahami, tetapi bagaimana harus menolong
yang menganiaya (Zalim)?” Rasul menjawab: “Mencegahnya dari perbuatan aniaya
itulah cara menolongnya.”
Berdasarkan
hadits di atas maka sangat pentinglah sikap tolong-menolong dalam sebuah
organisasi atau proses kepemimpinan seseorang. Pemimpin sebagai penolong disini
bersikap menasihati anggotanya dan mengarahkan anggotanya dalam melakukan
pekerjaan agar dapat tercapai dengan baik. Pemimpin harus menolong anggotanya
jika mengalami kesulitan, pemimpin tidak bisa membiarkan begitu saja anggotanya
karena anggotanya juga merupakan tanggung jawabnya dan pertolongannya termasuk
dalam bentuk tanggung jawabnya terhadap jabatan pemimpin yang disandangnya.


·
Q.S Al-Ashr :

Artinya: “Demi
Masa ; sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian; kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat- menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”
Ayat ketiga dari Surat Al-Ashr di atas menjelaskan
bahwa konteks nasihat-menasihati inilah termasuk dalam cara menolong. Pemimpin
yang dapat menasihati anggotanya agar tidak melakukan hal yang tidak baik sudah
termasuk menjadi penolong bagi anggotanya.
·
Q.S Al-Anfal ayat 74

Artinya: “Dan
orang-orang yang beriman dan berhijiah serta berjihad di jalan allah,dan
orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang
Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman.Mereka memperoleh
ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.”
2.4 PEMIMPIN YANG BAGUS MORALNYA DAN PROFESIONAL
1.
Pemimpin yang Bagus
Moralnya
a) Tauhid (Nilai Kebebasan)
Tauhid adalah
suatu keyakinan yang sangat mendasar bagi umat islam serta merupakan keyakinan
yang tertanam di dalam qalbu. Serta dijalankan dengan perbuatan yang istiqomah
dan tidak lepas dari perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar. Dan dengan didasari
keimanan serta ketaqwaan Allah SWT. Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal
dengan istilah tauhid. Tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan
tauhid praktis. Tauhid teoritis adallah tauhid yang membahas tentang keesaan
zat, sifat dan perbuatan Tuhan. Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid
ibadah yang beerhubungan dengan amal dan ibadah manusia. Sedangkan, tauhid
praktis merupakan penerapan dari tauhid teoritis.Seperti dengan kata lain,
tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang wajib disembah hanyalah Allah
semata, yang menjadikan-Nya tempat tumpuhan hati dan tujuan gerak langkah. Oleh
karena itu, seseorang baru dinyatakan beriman dan bertaqwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dan dengan mengamalkan semua perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya (Hendar, 2012).
Salah satu
prinsip dasar yang dibangun dalam sistem ekonomi yang ditawarkan islam adalah
kebebasan individu. Manusia mempunyai kebebasan membuat suatu keputusan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan kebebasan ini, manusia
dapat bebas mengoptimalkan potensinya. Kebebasan manusia dalam islam didasarkan
atas nilai-nilai tauhid, suatu nilai yang membebaskan dari segala
sesuatu,kecuali Allah. Nilai tauhid akan membentuk pribadi manusia yang berani
dan kepercayaan diri dari segala sesuatu yang dilakukan hanya
dipertanggungjawabkan sebagai pribadi di hadapan Allah (Sasono, 2008).
Pemimpin pada hakikatnya adalah abdi Allah SWT,
sementara Syalabi (1992) menjelaskan bahwa tidaklah seseorang itu disebut abdi
Allah kecuali dengan merealisasikan tauhid, mengesakan Allah SWT semata dalam
beribadah, maka barang siapa beribadah kepada Allah, tetapi dia
menyekutukan-Nya dengan yang lain, maka tidaklah ia disebut sebagai ‘abdun lillah (hamba
Allah).
b)
Nikah (Nilai Keluarga)
Menurut Yani
(2007), Akad nikah merupakan suatu perjanjian yang amat kuat antara seorang
bapak dan anaknya yang perempuan dengan seorang lelaki, yang setelah akad itu
dinyatakan sah menjadi menantu da suami dari anaknya. Setelah adanya suatu
pernikahan maka pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya
akan terlihat jelas. Ini mencerminkan moralitas yang bagus bagi seorang
pemimpin jika dia dapat menjaga pergaulan dengan perempuan yang bukan muhrimnya.
Pemimpin yang biasanya bergaul secara bebas dan tidak mempedulikan keluarganya
maka akan dinilai buruk oleh anggotanya dan tidak akan disukai oleh orang lain.
Pernikahan
merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada
manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Pernikahan merupakan suatu cara yang
dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak
srta melestarikan hidupnya. Allah menurunkan kitab-Nya Al-Qur’an sebagai
pedoaman dan Undang-Undang bagi kaum muslimin dalam mengarungi kehidupannya.
Dalam Firman
Allah SWT :
“Dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan kamu mengingat kebesaran Allah
(Az-Zariyat : 49)”
Begitu juga bagi
manusia, Allah telah mengatur lembaga
perkawinan sedemikian rupa dalam syari’at-Nya pada Al-Qura’an dan Hadis agar
terjaga kehormatannya, martabat dan kemuliaan manusia dibandingkan dengan
makhluk lainnya, perkawinan ini adalah sebagai slah satu syari’at islam yang
merupakan ketetapan ilahi (Shihab, 1998).
Dalam konteks kehidupan
rumah tangga (keluarga) laki-laki adlah sebagai pemimpin atas wanita. Maka
laki-laki itu adalah pemimpin rumah tangga yang kelak akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya, berdasarkan firman Allah : “Kaum
laki-laki adalah pimpinan bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa’ : 34)
Kalimat “karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka” menunjukkan kepada
kita bahwa yang dimaksud adalah kepemimpinan dalam keluaraga (Qaradhawi, 1995).
c) Hayati
(Nilai Kemanusiaan)
Nilai
kemanusiaan, dalam pandangan nilai ini, hidup itu berasal dari ribuan orang
yang membentuk organisasi sepanjang waktu. Oleh karena itu, nilai
kemanusiaannya merupakan hasil refleksi yang benar atas keterampilan dan
keahlian yang unik dari oraganisasi itu (Ackerman, 2000).Melayani atau menolong
seseorang merupakan bentuk kesadaran dan kepeduliannya terhadap nilai
kemanusaiaan. Memberi pelayanan dan pertolongan merupakan investasi yang kelak
akan dipetik keuntungannya, tidak hanya di akhirat melainkan di dunia pun
mereka sudah mersakannya (Tasmara, 2006).
Nilai
kemanusiaan merupakan salah satu moral islam. Q.S Adz-Dzariyat:56 menerangkan
bahwa: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya beribadah kepadaku”. Nilai martabat manusia sangat
ditentukan oleh derajat kesanggupan dirinya untuk selalu menaati perintah Allah
SWT. Jika manusia ingin mulia di hadapan Allah perlu terus menjaga sikap dan
perilaku di hadapan hamba Allah yang lain. Jika manusia ingin menjadi hamba
yang takwa, manusia perlu dididik tentang arti dan makna sujud (tunduk dan
patuh) di hadapan Allah SWT. Senantiasa bersujud akan membawa manusia pada
kesadaran yang tinggi atas nilai kemanusiaannya, atas fitrahnya yang berbeda
dengan hewan dan makhluk ciptaan Allah swt lainnya. Bersujud membuat manusia
bersukur atas nikmat yang diterimanya, mengerti akan arti dan makna etika dan
estetika.
d) Adil
(Nilai Keadilan)
Islam
mengajarkan kepada manusia supaya tidak bersikap sewenang-wenang terhadap orang
lain. Lebih-lebih bagi seorang pemimpin, ia harus menghindari
kesewenang-wenangan, harus bersikap adil terhadap rakyat yang dipimpinnya.Imam
Al-Qusyairy pernah berkata “Allah Ta’ala telah menyuruh hambaNya agar berlaku
adil dalam segala sesuatu yang berhubungan antara dia dengan tuhannya, antara
dia dengan dirinya sendiri dan antara dia dengan sesame makhluk”
(Nasiruddin.2008).
Artha
(2009) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa salah satu sifat yang harus
dimiliki pemimpin adalah adil. Sedang pemimpin bisa berlaku adil jika ia
memahami pekerjaan bawahannya. Dengan memahami kondisi dan pekerjaan
bawahannya, seorang pemimpin dapat menempatkan seseorang sesuai dengan minat,
kemampuan dan kebutuhan Negara.
Keadilan
digunakan untuk mempengaruhi pengikut dan khalayak luas. Keadilan adalah sikap
lurus, konsisten dan proporsional yang ditampilkan pemimpin, baik kepada
dirinya sendiri, pengikut, bawahannya, maupun khalayak lain yang lebih luas
(Hendrawan, 2009).
Adapun contoh
penegakan nilai-nilai keadilan yaitu ketika seorang penegak hukum menetapkan
visi pribadi menegakkan nilai-nilai keadilan, misalnya, maka dalam setiap
menangani kasus hukumdia akan mengedepankan suara hati berdasarkan nilai
keadilan yang ada dalam dirinya. Meskipun mungkin mendapatkan tawaran uang yang
besar, kalau hal itu menyangkut denga mengorbankan nilai-nilai keadilan hukum
yang ditanganinya, ia akan dengan tegas menolaknya. Karena penegak hukum ini
tidak menempatkan kemenangan pribadinya pada besarnya nilai uang, kekayaan
materi, tetapi pada tegaknya nilai-nilai keadilan dalam setiap kasus yang
ditanganinya (Santoso, 2007).
e) Amanah
(Nilai Kejujuran)
Amanah
berarti kejujuran atau hal yang dapat dipercaya. Kehadiran manusia di muka bumi
ini tidak lain dalam rangka mengemban amanah dari Tuhan untuk memelihara dan
memakmurkan bumi ini. Inilah amanah terberat yang dipikul oleh manusia yang
tidak mampu diemban oleh makhluk lainnya (Marzuki, 2006).
Salah satu kebutuhan terbesar bangsa ini
adalah nilai kejujuran yang wajib melekat pada diri para pemimpin. Itu
sebabnya, kita sulit menjadi bangsa yang sungguh besar. Kalaupun kita menyebut
diri kita besar, itu sekadar slogan. Nilai kejujuran menjadi salah satu barang
yang paling langka di Indonesia (Tjahjono, 2011).
Amanah
pada dasarnya merupakan suatu tanggung jawab yang nantinya jelas akan
dipertanyakan baik secara vertical maupun horizontal, oleh karena itu hendaknya
seorang pemimpin dapat dipercaya oleh anggotanya karena pemimpin juga merupakan
ujung tombak dari sebuah organisasi/kepengurusan. Pemimpin yang amanah berarti
seseorang yang diberi tugas-tugas kepemimpinan itu sesuai dengan kehendak yang
memberi amanah. Pemimpin pada hakikatnya
adalah untuk mengabdi kepada Allah atau tidak menjalankan perintah Allah dan
tidak melayani hak-hak masyarakat atau bahkan merugikan masyarakat berarti dia
berhianat.(Zarkasi,1999).
2. Profesional
Pemimpin yang profesional adalah pemimpin yang
ahli dalam bidangnya. Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Herry (2008) yaitu
professional
merupakan orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli dibidang tersebut
serta meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjaan
tersebut. Orang yang professional juga memiliki komitmen penuh dengan apa yang
ia kerjakan. Moeldjono (2004)
menerangkan bahwa kepemimpinan Profesional adalah kepemimpinan yang mempunyai
etika di dalamnya. Ketika sebuah keputusan diambil, leadership judgement tidak
berhenti di dalam kompetensi kepengambilan-keputusan, namun juga di dalam
tingkat kebenaran etis dari sebuah keputusan. Profesional
selain menyinggung aspek kemampuan teknis sesuai bidangnya, juga berbicara
tentang sikap. Sikap lebih penting dari pada fakta. Maksudnya cara kita
menyikapi suatu keadaan lebih penting daripada keadaan itu sendiri. Pemimpin dengan kepemimpinan
adalah pemimpin profesional, yang tidak sekadar mengandalkan legitimasi formal,
intuisi atau karisma. Pemimpin profesional adalah pemimpin yang mempunyai ilmu
dan pengetahuan tentang kepemimpinan, mampu mentranformasikan ilmu dan
pengetahuan tentang kepemimpinan menjadi keterampilan (skill), dan pada waktu
melaksanakan praktik kepemimpinan meningkatkan diri pada etika (Dwidjowijoto,
2006).
Karakteristik Pemimpin Profesional
1. Bekerja
sebagai Ibadah
Dalam agama
islam, dikenal pula makna bekerja sebagai nilai ibadah, bahkan memperoleh
kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Bertebaran hadits yang menunjukkan
penghargaan serta kedudukan mulai bagi para pekerja, misalnya sebuah hadits
mengungkapkan bahwa, “Allah sangat mencintai seorang mukmin yang kbekerja.”
Bekerja merupakan perintah dan membudaya kerja islam adalah proses untuk
menjadi dan mendorong kreatifitas di atas nilai-nilai kebenaran yang hakiki
(Tasmara, 2002).
“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah
dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan mu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At- Taubah
: 105).
Pemimpin
yang bekerja karena untuk ibadah yang dilandasi oleh semangat mardhatillah
(jiwa yang baik), mencari ridho Allah. Kemudian diwujudkan dengan sikap amanah,
jujur, profesional dan tidak melanggar aturan normatik publik. Niat ibadah
dalam bekerja inilah yang akan mengantarkan pemimpin menjadi orang yang qanaah
(merasa cukup dengan hasil yang diperoleh), lapang dada dan merasa puas
(Hassan, 2009).
Bekerja
merupakan suatu kewajiban bagi umat muslim terutama bagi kepala keluarga.
Namun, bekerja disini bukan hanya mencari nafkah saja tetapi juga kegiatan yang
lainnya. Allah swt berfirman “Dan
beribadahlah kepada Rabbmu sampai kematian datang kepadamu”. Berdasarkan
ayat tersebut maka sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk selalu beribadah
hingga ajal menjemput kita. Apapun yang kita lakukan jika kita sudah
menganggapnya sebagai ibadah makan sebisa mungkin kita akan menjalankannya
dengan sebaik mungkin.
2. Bekerja
sebagai Sebuah Amanah
Amanah berati
dapat dipercaya. Kepercayaan adalah esensi dari kepemimpinan, karena tidak
mungkin seorang pemimpin memimpin orang-orang yang tidak percaya pada
pimpinannya sendiri. Bagi para bawahan, mempercayai seorang pemimpin berarti
yakin bahwa hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka tidak diabaikan. Bawahan
tidak mungkin mengahargai ataupun mengikuti seseorang yang mereka anggap tidak
memegang teguh amanah apalagi cenderung mengambil keuntungan yang tidak pantas
serta tidak wajar dari mereka (Sutikno, 2010).
Kerja adalah
suatu amanah dari Tuhan untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia diberikan
kuasa untuk memilih setiap langkat hidupnya, tapi Tuhan lah yang menentukan
seberapa panjang nafas hidup manusia melangkah. Bekerja adalah salah satu
tanggung jawab yang terbesar yagn harus diemban manusia untuk mewujudkan
rencana Tuhan di dunia ini.
Ada 3 tanggung
jawab :
a. Tanggung
jawab kepada orang lain
b. Tanggung
jawab kepada Tuhan
c. Tanggung
jawab kepada diri sendir
Pemimpin yang
amanah pasti akan menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab sebagai seorang
pemimpin dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga amanah yang diembannya
(Budi, 2010).
Amanah, artinya dapat dipercaya. Amanah dalam pandangan
Islam ada dua yaitu: bersifat teosentris yaitu tanggungjawab kepada Allah Swt,
dan bersifat antroposentris yaitu yang terkait dengan kontak sosial kemanusiaan
(Yusmansyah,2006). Pengertian di atas bahwa
menjadi seorang pemimpin kita tidak hanya amanah dari Allah awt tapi juga
merupakan amanah yang diberikan oleh anggota-anggota yang telah
memilihnya(Mahyudin,2009).
3.Bekerja dengan Sungguh-sungguh
Menjalani suatu tugas yang telah
diberikan kepada kita harus dijalani dengan sungguh-sungguh karena kesungguhan
seorang menjalankan tugasnya dapat membuat pekerjaan itu selesai dengan cepat
dan hasil yang memuaskan. Pemimpin yang berkualitas memiliki
semangat prestasi tinggi, yang begitu kuat memenuhi seluruh rongga dadanya.
Dalam semangat tersebut ada bergbagai karakter cemerlang yaitu sikapnya yang
selalu bersungguh-sungguh dalam bekerja. Pemimpin yang baik, pemimpin yang
bekerja dengan sungguh-sungguh demi tercapainya tujuan atau hasil yang ingin
dicapai (Kadarusman, 2010).
4.Menghargai Waktu
Ciri pemimpin
yang menghargai waktu, yaitu pemimpin yang tekun melaksanakan suatu pekerjaan, cekatan
dalam bekerja, tabah menghadapi cobaan, tidak membuang waktu tanpa guna,
menunaikan ibadah dengan sempurna, memiliki agenda harian yang terencana,
menepati waktu, serta suka memberi nasehat yang membangun dalam beramar ma’ruf
nahi mungkar (Yendra, 2007).
Waktu, bagi seorang muslim harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sering kali manusia tertipu olehnya. Tertipu untuk
berleha-leha di dunia, menikmati waktu muda tanpa ingat masa tua, menghabiskan
kesempatan di waktu luang tanpa sadar akan datangnya waktu sempit,
menghamburkan kekayaan tanpa mengingat bagaimana jika miskin, menyia-nyiakan
waktu sehat dan lupa suatu saat kita bisa jatuh sakit. Terlena dengan hidup dan
terlupa akan ajal yang siap menjemput. Demikianlah manusia yang sering tertipu,
sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Ada dua nikmat dimana manusia banyak
tertipu didalamnya, kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari).Waktu luang yang kita miliki hendaknya
digunakan dengan sebaik mungkin karena dengan kita bisa membagi waktu dengan
baik kita dapat mengefisienkan waktu serta dapat bekerja secara professional.
Orang-orang yang
menghargai waktu yang disebutkan dalam ayat di atas yaitu:
a. Orang
yang beriman
b. Mengerjakan
amal saleh serta
c. Selalu
nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan meresapi kesabaran.
Itulah
orang-orang yang beruntung dan tidak akan pernah mengalami kerugian di dunia
dan di akhiratnya. Berarti merekalah orang-orang yang menemukan jalan
kemudahan-Nya (Dwikomentari, 2005).
5.Kerjasama
Kerjasama adalah
usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Pemimpin yang baik mengerti kekuatan kerjasama, karena kerjasama tim adalah
kunci kemenangan . Kerjasama antara pemimpin dan yang dipimpin sangat
menentukan masa depan suatu organisasi. Apakah lebih maju atau tetap, atau
bahkan bisa mengalami kemunduran ?. Jadi, seorang pemimpin harus memiliki jiwa
kerjasama, agar suatu organisasi yang dijalankan bisa terjalankan dengan baik
(Munir, 2009).
Menurut Yani (2007)
menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas-tugas memperbaiki kehidupan
masyarakat, seorang pemimpin harus mau menjalin kerjasama kepada rakyat yang
dipimpinnya dengan sebaik-baiknya. Kerjasama yang baik antara pemimpin serta
rakyatnya akan menyebabkan timbulnya lingkungan yang professional serta atmosfir
yang berbeda yang dapat menimbulkan adanya system kerja yang bagus pula.
6.Bekerja
dengan Pengetahuan (Ilmu)
Pemimpin mempunyai pengetahuan yang luas
dalam proses pembelajaran hidup. Pembelajaran ialah proses yang berterusan.
Oleh karena itu, tiada seorang pun yang pakar. Individu yang mengatakan bahwa
beliau ialah seorang pakar, sebenarnya merupakan individu yang angkuh. Hal ini
dikarenakan pembelajaran ialah proses berterusan yang mengemukakan maklumat
baru : pemimpin adalah manusia yang membangunkan semangat mereka secara
berterusan dan mendalami pengetahuannya.
Mereka sadar bahwa pengetahuan tanpa
pengalaman ialah superfisial, manakala
pengetahuan dengan pengalaman ialah kearifan. Kearifan akan tergambar bila anda
dapat menerima hakekatbahwa anda tidak mempunyai segala jawaban atau
penyelesaian.Pemimpin yang bekerja dengan memiliki pengetahuan, maka ia akan
bekerja secara profesional (Barry, 2002).
7.Bekerja
dengan Memiliki Keahlian
Seorang yang
professional adalah orang yang bekerja sesuai bidangnya. Sebab dengan
mengetahui bidang apa yang dikerjakannya, dia akan menjadi orang yang lebih
produktif serta dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Selain itu dia bias
dengan terampil mengajari orang lain. Sehingga jika pemimpin itu sudah ahli
dalam bidangnya, dia akan nampak berbeda dan disegani oleh anggotanya. .
Pemimpin yang mempunyai kepribadian yang baik dan keahlian yang unggul dapat
menciptakan kepercayaan dalam hati mereka yang dipimpinnya. Berkat mutu
kepribadian dan keahlian pemimpin itu, mereka yang dipimpinnya menjadi yakin
bahwa tujuan dan cita-cita yang mau dicapai baik dan bahwa pemimpin itu mampu
membawa mereka ke tujuan dan cita-cita yang mau dicapai. Kepercayaan mereka
yang dipimpin terhadap dia yang memimpin menjadi semakin kuat dan besar apabila
mereka itu dengan mata kepala mereka sendiri dapat menyaksikan betapa besar
dedikasi dan pengabdiannya dalam memimpin mereka menuju ke tujuan dan cita-cita
bersama itu (Mangunhardjana, 1976).
BAB
III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu kepemimpinan
dalam islam adalah bagaimana ajaran islam dapat memberi sibghah dan
wijhah, corak dan arah kepada pemimpin itu, dan dengan kepemimpinannya mampu
merubah pandangan atau sikap mental yang selama ini hinggap, menghambat dan
mengidap pada sekelompok masyarakat maupun perorangan.
Kepemimpinan
merupakan amanah. Arti dari amanah sendiri kata amanah berasal
dari bahasa arab yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah berarti
kejujuran atau hal yang dapat dipercaya.
Adapun konsep kepemimpinan dalam
islam, yaitu pemimpin yang mempunyai sikap seprti hubungannya dekat dengan
Allah SWT, efisien, bagus moralnya, dan profesional.
Seorang
pemimpin haruslah memiliki kriteria-kriteria yang lebih dari bawahannya.
Kriteria tersebut misalnya jujur, adil, bertanggungjawab, loyal, energik, dan
beberapa kriteria lainnya.
Setiap orang selalu berharap
kesuksesan di dalam kepemimpinannya. Dan prestasi puncak untuk menjadi seorang
pemimpin adalah ketika ia berhasil menjadikan dirinya lebih baik dan menjadi
teladan bagi para pengikutnya, serta berhasil menciptakan kondisi yang
memungkinkan pengikutnya mendapatkan aspirasinya.
Untuk itu menjadi teladan yang mulia dari sikap-sikap yang mulia, akan
melahirkan sosok pemimpin dambaan rakyat, sehingga walaupun usia
kepemimpinannya sudah berakhir, namun sikap mulia dalam kepemimpinannya itu
akan hidup ditengah-tengah masyarakat. sikap mulia dari seorang muslim yang
patut di contoh tidak lain adalah seorang pemimpin besar yang sukses, yakni
Muhammad bin Abdullah, yang hinga kini menjadi satu-satunya pemimpin besar
sepanjang sejarah manusia.
Seorang
profesional harus mampu menguasai ilmu pengetahuannya secara mendalam, mampu
melakukan kerativitas dan inovasi atas bidang yang digelutinya serta harus
selalu berfikir positif dengan menjunjung tinggi etika dan integritas profesi.
3.2
Saran
Selesai
sudah penulisan makalah ini dengan lancar dan melalui proses yang cukup banyak
memakan waktu, saya sangat sadar bahwasanya di dalam makalah ini banyak
kekeliruan, baik secara tulisan ataupun pembahasan, maka dari itu kami
mengharap pada semua pembaca untuk mengoreksinya demi memperbaiki makalah
selanjutnya
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, An-Nahlawi, 1995. Pendidikan Islam Di
Rumah, Sekolah Dan Masyarakat. Dar Al-Fikr, Al-Mu’asyir, Bairot. Libanon.
Alfian, Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik. Gramedia:
Jakarta.
Artha, Arwan Tuti. 2009. Dunia Religius SBY. Best
Publisher:Jakarta.
Asep, B R, 2008. Al-Qur’an
Dan Hadis. Penerbit Grafindo Media Pratama. Bandung.
Badral-Muthawi,
Jaslem. 2006. Efisiensi Waktu dalam Islam.
Gema Insani Press: Jakarta.
Barry, Thomas J, 2002. Organisasi Kualiti Mutlak : Keseimbangan Dan Keharmonian Demi
Keunggulan. Universitas Teknologi. Malaysia.
Budi, Hengki Irawan Setia, 2010. Jadi Salesman Tidak Bisa Kaya Masa ?. PT Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Chalil,
Moenawar. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi
Muhammad SAW Jilid II. Gema Insani Press: Jakarta.
Departemen
Agama RI. 1996. Al Qur’an Al Karim dan
Terjemahannya. CV. Toha Putra: Semarang.
Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara
Berkembang. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Dwikomentari, Diaz, 2005. SOSQ (Solution Spiritual Quotient) :Manajemen Solusi Dan Spiritual.
Pustaka Zahra. Jakarta.
Elizabeth, Andini, 2010. Gaya Kepemimpinan Dalam Organisasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Fermianto, Lucas, 2010. Belajar Mendengarkan : Menjadi Guru Dan Orang Tua Sejati. Pustaka
Anggrek. Yogyakarta.
Hakim, Manshur. Abdul, 2006. 99 Kisah Teladan Sahabat Perempuan Rasulullah. Penerbit
Republika. Jakarta.
Hassan, Abdillah Firmanzah, 2009. 15 Cara Nyata Memperoleh Rezeki Berlimpah. PT Wahyu Media. Jakarta.
Hendar, 2012. Mengaplikasikan Tauhid Islam Pada Masa
Sekarang (Sosial, Politik dan Budaya). Prosiding
Seminar Nasional Penelitian Dan PKM : Sosial, Ekonomi dan Humaniora. Vol.3.No.1.
Universitas Islam Bandung.
Hendrawan, Sanerya, 2009. Spiritual Management : From Personal Enlightenment Towards God
Corporate Governance. PT Mizan Pustaka. Bandung.
Herry,
Muhammad. 2008. 14 Teladan Kepemimpinan
Muhammad SAW. Gema Insani: Jakarta.
Herwibowo, Babby, 1977. The Power Of Akhlak : Menjadi Kesayangan Allah. Kuwais Media
Kreasindo. Jakarta.
Ilmy, Bachrul, 2007. Pedidikan Agama Islam. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Isnaini, Rijal, 2010. Manfaat Membaca Buku Dalam
Kehidupan Kita. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Jarror, M. 1989. Iman dan Kehidupan. PT Bulan Bintang : Jakarta.
Jazuli, Ah Zami Saimun, 2006. Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an. Gema Insani Press. Jakarta.
Kadarusman, Dadang, 2010. Ketika Kudaa, Semut dan Gajah Bekerja. Penerbit Raih Asa Sukses.
Depok.
Kartono,
Kartini, 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mahyudin, Muhammad Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Mangunhardjana, A M, 1976. Kepemimpinan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Marzuki, Wahid, 2006. Fiqih Madzhab Negara : Kritik Atas Politik Hukum Islam Di Indonesia.
Lkis. Yogyakarta.
Moeljono, Djoko
santoso, 2004. Delapan Langkah
Strategis Mendaki Karier Puncak. PT Elex Media
Komputindo : Jakarta.
Moeljono, Djokosantoso, 2008. 12 Konsep Kepemimpinan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Munawwir, Imam, 1986. Asas-asas Kepemimpinan Dalam Islam. Usaha Nasional. Jakarta.
Munir, Risfan, 2009. Samurai Sejati : Jurus Menang Dalam Karier Dan Hidup Ala Samurai Sejati.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Nasiruddin. 2008. Kisah Keadilan para Pemimpin Islam. Republika: Jakarta.
Nuskhi,Muhammad,
2013. Kepemimpinan Merupakan Suatu
Amanah. Laboratorium Sosial : Universitas Jenderal Soedirman.
Pradiansyah,
Arva, 2002. You Are A Leader.
Penerbit PT Gramedia : Jakarta.
Purwanto, Djoko, 2006. Komunikasi Bisnis. Erlangga. Jakarta.
Qaradhawi, Yusuf, 1995. Fatwa-Fatwa Kontemporer 2. Gema Insani Press. Jakarta.
Runtu, Bob Wawo, 2003. Determinan Kepemimpinan. Makara, Sosial Numaniora, Vol.7.No.2. Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. Depok.
Saleh, Faisal dkk. 2006. Indahnya Syariat Islam. Gema Insani:
Depok.
Salim, Abdul Muin, 2002. Fiqih Siyasah : Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. PT Raya
Grafindo Persada. Jakarta.
Santoso, Eko Jalu, 2007. Heart Revolution : Revolusi Hati Nurani. PT Elek Media Komputindo.
Jakarta.
Santoso, Eko Jalu. 2008. The Wisdom of Business. Gramedia:
Jakarta.
Sasono, Adi, 2008.
Rakyat Bangkit bangun Martabat. Pustaka Alvabet. Jakarta.
Shihab, Quraish, 1998. Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat.
Penerbit Mizan. Bandung.
Sholihin, Rahmat, 2008. Referensi Islam Dalam Melmilih
Pemimpin. Jurnal Konstitusi, Vol.1.No.1.
PKK Fakultas Syariah Lain Antasari. Jakarta.
Sukardi, Imam,
2003. Pilar Islam Bagi Pluralisme
Modern. Penerbit Tiga Serangkai : Solo.
Sutikno, Raja Bambang, 2010. The Power Of 4 Q For HR And Company Development. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sutiyono, Ahmad Dzulfikar, 2010. Benturan Budaya Islam : Puritan Dan Sinkretis. PT Kompas Media
Nusantara. Jakarta.
Syalabi,Mahmud.
1992. kepribadian rasulullah. Pustaka
mantiq: solo.
Tangkilisan, Hersel Nogi S, 2005. Manajemen Politik. PT Grasindo. Jakarta.
Tasmara, Toto, 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. PT Grasindo. Jakarta.
Tasmara, Toto, 2006. Kecerdasan Ruhaniah (Transcevdevtal Intellegence) : Membentuk
Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Tjahjono, Herry, 2011. Culture Based Leadership. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tualaka,
JF. 2010. Sepiring Motivasi untukSarapan
Pagi. Jogja Bangkit Publisher: Jogjakarta.
Vauger, Jacques,
2005. Hubungan Jiwa-Badan Menurut St.
Augustinus. Kancsius ;
Yogyakarta.
Widyarini, Nilam, 2009. Seri Psikologi Populer : Kunci Pengembangan Diri. PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Yani, Ahmad, 2005. Materi
Khotbah Jum’at : Kumpulan Khotbah Jum’at Setahun. Penerbit Al Qalam.
Jakarta.
Yani, Ahmad, 2007. Menjadi Pribadi Terpuji. Al Qalam: Depok.
Yendra, Melvi, 2007. Ensiklopedia Anak-anak Muslim, PT Grasindo. Bandung.
Yulk, Gay A, 1998. Kepemimpinan
Dalam Oraganisasi. Prenhalindo. Jakarta.
Yusmansyah,
Taofik. 2006. Aqidah Akhlak. Grafindo
Media Pratama: Bandung.
Zarkasi, Effendi. 1999. Khutbah Jum’at Aktual. Gema Insani
Press: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar